Berkudap

Dia sangat lapar. Nasi serta lauk porsi ganda, dua minuman es teh manis, sepotong kue manis, dan kerupuk berhasil ia pesan sesampainya pelayan menghampiri meja. Pesanan dicatat, pelayan pergi ke tempat juru masak, meninggalkannya di meja dengan sebuah janji: makanan segera diantar.

15 menit. Ia menunggu selama itu. Dia sudah tidak tahan memasung laparnya terus-menerus. Pandangannya berpindah-pindah dari jam tangan ke pintu tempat sang pelayan menghilang, pintu ke jam tangan, jam tangan ke pintu, pintu ke jam tangan. Begitu seterusnya. Jika tepat saat pandangannya berpindah ke jam tangan untuk ke 17 kali sang pelayan tak datang waktu itu, bisa saja dia sudah mengobrak-abrik tempat makan itu bersebab lapar yang menyiksanya.

Makanan diletakkan di mejanya, di depannya. Nasi serta lauk porsi ganda, dua minuman es teh manis, sepotong kue manis, dan kerupuk. Tak kurang, tak lebih. Dimulainya dengan sepotong kue manis yang segera lenyap ia santap. Berlanjut minuman es pertama yang secepat kilat ia sirnakan dari gelas. Kemudian dilanjutkannya dengan mengikhtiarkan diri menghabiskan nasi serta lauk porsi ganda bersekutu kerupuk, disikat dengan lahap.

Belum sampai setengah dari piring sajinya, dia berhenti. Kekenyangan, keluhnya. Dia berhenti makan untuk mengusap-usap perutnya yang bertambah maju beberapa senti. Disusulkannya juga beberapa set sendawa terikhlas  yang bisa ia usahakan. Dia kenyang.
Kekenyangan.

Bersegera dia pergi ke kasir untuk membayar nasi serta lauk porsi ganda, dua minuman es teh manis, sepotong kue manis, dan kerupuk. Dua puluh dua ribu lima ratus rupiah. Lunas. Setelahnya ia pergi dengan begegas, meninggalkan jejak berupa sisa lauk nasi berlimpah serta segelas es teh manis yang tak terjamah.

Leave a comment